Kalau bahas mengenai lingkaran trauma, aku pernah menonton sebuah film yang menceritakan soal pola hidup yang berulang.
Kalau bahasa kerennya Trauma Reenactment..
Film yang berjudul Story of Kale: When Someone’s in Love meskipun film ini tidak membahas mengenai trauma reenactment secara langsung, tapi bisa dibilang ya ini film yang menjelaskan persitiwa tersebut.
Dinda, sebagai karakter utama dalam film tersebut mendapati sebuah hubungan tidak sehat oleh kekasihnya. Dia sering dibentak, bahkan hingga dipukul oleh kekasihnya.
Kenapa Dinda masih bertahan dalam hubungannya? Karena dia percaya, dia bisa seperti ibunya..
Ketika kecil, Dinda sering melihat ayahnya yang membentak hingga memukul ibunya ketika bertengkar. Tapi ibunya tetap bertahan dan tetap percaya bahwa ayahnya suatu saat akan berubah.
Dalam film lanjutannya yang berjudul Story of Dinda, meski telah putus dengan kekasih sebelumnya dan memiliki hubungan baru dengan Kale, tetap saja ternyata Dinda masih mendapatkan hubungan yang toxic.
Inilah yang disebut dengan lingkaran trauma atau Trauma Reenactment.
Dikutip dari Liputan6, trauma reenactment atau repetition compulsion adalah konsep psikologis di mana seseorang berulang kali melakukan pola negatif yang sama, seringkali secara tidak sadar.
Kalau ngomongin soal lingkaran trauma atau trauma reenactment,
Pernah nggak kamu merasa bahwa pola hidup kamu terus berulang, meskipun kamu ingin berubah?
Lingkaran Trauma, Luka yang Mengikuti
Apakah kamu menyadari bahwa trauma itu nggak cuman menjadi kenangan buruk, tapi juga bisa mempengaruhi pola pikir, cara kita bertindak, dan cara kita merespon situasi.
Secara definisi, trauma itu respons emosional, fisik dan psikologis atas peristiwa yang mengancam atau menimbulkan tekanan.
Contoh besar hal yang bisa bikin kita trauma adalah kecelakaan, kekerasan, kehilangan, atau bencana.
Kembali ke pertanyaan di atas, apa kamu pernah ngalamin pola hidup yang berulang?
Jika iya berarti bisa jadi kamu mengalami peristiwa trauma reenactment yang dimana kamu mengulangi pengalaman trauma kamu dimasa lalu.
Sebagai contoh, kamu mungkin pernah kehilangan orang tersayang dimasa lalu, lalu kamu mengalaminya kembali dimasa sekarang, dan bisa jadi dimasa depan kembali.
Kenapa Bisa Trauma?
Pada dasarnya setiap peristiwa yang ‘berkesan’ akan membekas dipikiran kita. Sehingga lebih mudah untuk mengingatnya.
Baik atau buruknya peristiwa tersebut kita tetap bisa mengingatnya.
Beda halnya dengan trauma, yang bukan hanya tersimpat di pikiran, tapi juga tersimpan dalam ingatan emosional dan tubuh.
Penelitian dari The Body Keeps the Score oleh Bessel van der Kolk menjelaskan bagaimana trauma dapat “terkunci” dalam tubuh dan memengaruhi perilaku serta kesehatan fisik dan mental.
Sehingga dapat kita simpulkan disini bahwa peristiwa buruk yang kita alami bukan hanya mempengaruhi pikiran, tapi juga emosional dan fisik tubuh.
Trauma yang Berulang-ulang
Sekarang pertanyaan besarnya adalah,
kenapa kita bisa mengalami peristiwa yang sama? Kenapa kita mengalami trauma yang sama?
Oke, mari kita pelajari hal ini bersama-sama..
1. Unsolved Trauma
Salah satu penyebab kita mengalami trauma yang sama adalah karena trauma tersebut belum dapat kita selesaikan dimasa lalu.
Trauma yang tidak diproses atau diatasi sepenuhnya sering kali “terjebak” dalam ingatan emosional dan tubuh seseorang.
Pikiran dan tubuh, akan selalu mencari cara untuk mengatasi pengalaman traumatis itu meskipun caranya tidak sehat.
Contoh : seseorang yang tumbuh dalam lingkungan abusive tanpa sadar tertarik dalam hubungan yang serupa karena itu hal yang ‘normal’ bagi mereka.
2. Pola Berulang karena Familiaritas
Otak manusia akan secara tidak sadar mencari situasi yang ‘akrab’ meskipun situasi itu tidak sehat.
Trauma bisa terulang kembali karena orang tersebut bisa jadi sudah nyaman dengan pola yang sudah dikenal bahkan jika itu menyakitkan, dibandingkan dengan menghadapi ketidakpastian perubahan.
3. Upaya Bawah Sadar Mengatasi Trauma
Trauma reenactment, bisa dibilang adalah sebuah cara alam bawah sadar untuk mencoba ‘memperbaiki’ pengalaman traumatis.
Seseorang, bisa tanpa sadar menempatkan diri mereka dalam situasi yang serupa dengan harapan bisa mengendalikan atau merubah hasilnya, walaupun hasilnya bisa jadi lebih buruk.
Contoh : seseorang yang ditinggalkan orang tua mungkin akan terus mencari pasangan yang tidak tersedia secara emosional dengan harapan kali ini mereka tidak akan ditinggalkan.
4. Kurangnya Kesadaran Diri
Seseorang yang tidak menyadari trauma reenactment, akan menganggap bahwa pengalaman tersebut hanyalah ‘nasib’ atau karena ‘kurang beruntung’.
Tanpa adanya intropeksi dan bantuan profesional, pola ini akan terus terjadi karena tidak ada kesadaran untuk memutus polanya.
Keluar dari Lingkaran Trauma
Dari penjelasan di atas, aku berharap bahwa kamu yang membaca ini bisa menyadari adanya trauma reenactment.
Sehingga, ketika kamu mengalami hal buruk disuatu hari, maka kamu bisa mengatasinya karena sudah menyadari caranya.
Cara keluar dari trauma sebenarnya mudah, tapi setiap orang punya prosesnya masing-masing.
- Yang pertama, yang bisa kamu lakukan adalah meningkatkan kesadaran. Mengenali pola berulang dalam hubunga, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari.
- Yang kedua, cobalah untuk meminta bantuan profesional seperti halnya terapi berbasis trauma.
- Yang ketiga, membangun pola yang baru. Dengan melatih kebiasaan dan pola pikir yang lebih sehat, meski awalnya akan terasa sulit.
- Yang keempat, dukungan dari support system. Mintalah bantuan orang-orang terdekat untuk bisa melawan kecenderungan kembali ke pola lama.
Bisa dikatakan bahwa keluar dari trauma itu adalah hal yang sulit.
Tapi, percayalah bahwa pemulihan itu bisa dilakukan.
Disaat seperti ini yang paling penting itu adalah support system dari lingkungan kita. Karena kita tidak bisa berjalan sendirian.
Jangan pernah takut untuk mencari bantuan.
Proses healing adalah proses yang membutuhkan waktu. Perbaiki lingkaran trauma dari sekarang..
“Trauma creates change you don’t choose. Healing is about creating change you do choose.” — Michelle Rosenthal