Ketika perkembangan zaman sudah berubah, disinilah peran kita untuk tetap menjaga kesehatan mental.
Pernah gak sih kamu ketemu seseorang yang di luar tampak ceria, hangat, selalu bisa bikin suasana jadi rame?
Tapi entah kenapa, ada satu waktu dia tiba-tiba menghilang. Sosial media-nya sepi. Chat gak dibalas. Ketemu pun jadi jarang.
Sampai suatu hari, dia akhirnya jujur:
“Aku capek banget. Rasanya kepala gak pernah tenang. Aku ngerasa kosong, walaupun tiap hari keliatan sibuk.”
Kadang kita lupa bahwa gangguan kesehatan mental itu gak selalu terlihat.
Orang yang kelihatan paling kuat pun bisa menyimpan luka paling dalam.
Yang kelihatan paling ramah, bisa jadi lagi menahan tangis sepanjang malam.
Dan yang kelihatan paling ceria, bisa jadi…
dia cuma gak tahu harus mulai cerita dari mana.
Kita sering jago pura-pura kuat,
tapi gak pernah diajarin gimana caranya bilang, “Aku gak baik-baik aja.”
Maka dari itu, penting banget buat kita pelan-pelan belajar mengenali tanda-tanda,
dan membuka ruang yang aman—buat diri sendiri dan orang lain.
Karena kadang, penyelamat terbaik itu bukan solusi cepat,
tapi kehadiran yang gak menghakimi.
Apa Itu Gangguan Kesehatan Mental?
Gangguan kesehatan mental adalah kondisi ketika fungsi psikologis, emosional, dan perilaku seseorang terganggu,
sampai memengaruhi cara berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Gangguan kesehatan mental menurut WHO, satu dari delapan orang di dunia hidup dengan gangguan mental.
Jenisnya bisa macam-macam—dari depresi, gangguan kecemasan, PTSD, hingga bipolar.
Tapi yang perlu dipahami, gangguan mental bukan sekadar “sedih biasa” atau “mood swing.”
Ini soal sistem di dalam diri yang lelah bekerja terlalu keras,
terlalu lama menahan beban,
tanpa cukup ruang untuk bernapas.
Dan ini bukan soal kurang bersyukur. Bukan juga soal kurang ibadah.
Ini tentang luka yang gak kelihatan… tapi nyata.
Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Indonesia 2018,
lebih dari 6,1% penduduk mengalami gangguan mental emosional,
dan banyak dari mereka gak pernah benar-benar bicara soal itu.
Makanya, penting juga buat kita punya pemahaman dasar tentang menjaga kesehatan mental—
bukan cuma untuk mencegah, tapi juga biar kita bisa lebih peka terhadap sinyal-sinyal awal yang selama ini sering kita abaikan.
Karena pulih itu bukan tentang secepat apa kita bangkit,
tapi sejujur apa kita mengakui bahwa kita sedang butuh ditolong.
Kenapa Gangguan Kesehatan Mental Bisa Terjadi ke Siapa Saja?
Banyak orang berpikir, gangguan kesehatan mental itu cuma dialami orang-orang tertentu.
Yang hidupnya keras, yang pernah mengalami trauma besar, atau yang kelihatan “fragile” secara emosional.
Padahal nyatanya, gangguan kesehatan mental bisa datang ke siapa aja.
Orang yang kelihatannya punya segalanya—karier oke, teman banyak, keuangan stabil—tetap bisa merasa hampa.
Bahkan para public figure yang sering kita lihat di TV, yang hidupnya tampak glamor, banyak juga yang akhirnya bicara soal struggle mereka dengan depresi atau kecemasan.
Karena pada dasarnya, kesehatan mental gak kenal status, usia, pendidikan, apalagi pencapaian.
Menurut jurnal dari National Institute of Mental Health (NIMH),
faktor yang memicu gangguan mental meliputi kombinasi antara genetik, kondisi otak, trauma psikologis, dan pola asuh.
Makanya, kita gak bisa menyederhanakan kondisi ini hanya dengan kalimat:
“Coba aja lebih bersyukur.”
Kadang, seseorang kelihatan baik-baik aja bukan karena memang baik-baik aja,
tapi karena udah terlalu sering menunda untuk mengaku sedang gak baik-baik aja.
Kalau kamu mau pelajari lebih dalam soal faktor-faktor pemicu dan akar masalahnya,
kamu bisa baca juga artikel Farhangga yang satu ini: Penyebab Kesehatan Mental yang Sering Banget Kita Abaikan
Tanda-Tanda Umum Gangguan Kesehatan Mental
Satu hal yang bikin gangguan kesehatan mental susah dikenali adalah karena gejalanya sering gak dianggap serius.
Padahal, makin cepat dikenali, makin besar peluang kita buat pulih.
Berikut beberapa tanda umum yang bisa jadi sinyal awal:
1. Perubahan Mood yang Ekstrem
Sering merasa sedih tiba-tiba, gampang marah, atau merasa hampa dalam waktu lama.
2. Menarik Diri dari Lingkungan
Kamu mulai menjauh dari teman, keluarga, atau kegiatan yang dulu kamu suka.
Rasanya lebih nyaman menyendiri, tapi bukan karena butuh waktu sendiri—melainkan karena gak punya tenaga untuk bersosialisasi.
3. Gangguan Tidur dan Makan
Susah tidur berhari-hari, atau justru tidur berlebihan.
Nafsu makan hilang, atau makan berlebihan untuk menenangkan diri.
4. Overthinking dan Rasa Cemas Berlebihan
Terus-menerus merasa khawatir, takut gagal, atau berpikir skenario buruk secara berulang.
Kepala jadi capek karena gak bisa berhenti mikir.
5. Kehilangan Minat pada Hal-Hal yang Dulu Disukai
Hal-hal yang biasanya menyenangkan terasa hambar.
Kamu mulai bertanya, “Apa sih yang bikin aku semangat bangun pagi?”
Kalau kamu merasakan sebagian dari ini dalam waktu lama,
itu bukan tanda kamu lemah—itu tanda kamu sedang lelah, dan butuh ditolong.
Gak semua luka harus berdarah dulu baru dianggap luka.
Dan gak semua pertolongan harus diawali dengan krisis besar.
Kadang, cukup dari keberanian kecil untuk bilang:
“Aku butuh bantuan.”
Apa yang Bisa Kita Lakukan Kalau Mengalaminya?
Mengalami gangguan kesehatan mental bukan akhir dari segalanya.
Justru ketika kamu sadar ada yang gak baik-baik saja dalam dirimu,
itu artinya kamu udah mulai melangkah ke arah yang lebih sehat—yaitu kesadaran.
Berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan, pelan-pelan:
1. Akui Dulu Apa yang Kamu Rasakan
Kamu gak harus langsung tahu cara sembuh.
Tapi kamu bisa mulai dengan berkata ke diri sendiri:
“Aku gak baik-baik aja, dan itu gak apa-apa.”
Mengakui perasaan bukan kelemahan—itu keberanian.
2. Ceritakan ke Orang yang Kamu Percaya
Mungkin kamu gak langsung nyaman cerita ke keluarga.
Tapi bisa mulai dari sahabat, komunitas, atau bahkan ke tulisan dalam jurnal.
Kalau kamu gak tahu harus cerita ke siapa,
gak apa-apa banget untuk bicara ke tenaga profesional.
Sekarang udah banyak layanan psikolog online yang bisa diakses dari rumah.
3. Bangun Rutinitas Kecil untuk Menenangkan Diri
Gak usah langsung semua dibenahi.
Mulai dari yang sederhana: tidur cukup, jalan kaki sebentar, makan teratur, atau dengerin lagu favorit.
Kegiatan kecil ini bisa jadi jangkar,
buat kamu yang mungkin lagi merasa tenggelam.
4. Kasih Waktu ke Diri Sendiri
Penyembuhan bukan sprint.
Pulih butuh waktu. Butuh relaps. Butuh jatuh bangun.
Tapi yang penting, kamu tetap jalan.
Meski pelan. Meski nangis di tengah-tengahnya.
5. Hindari Membandingkan Diri
Proses tiap orang beda.
Jangan bandingkan cara kamu bertahan dengan cara orang lain bangkit.
Karena luka kamu valid, meskipun orang lain gak bisa melihatnya.
Dan kalau kamu butuh panduan harian yang ringan,
kamu bisa baca juga artikelku tentang menjaga kesehatan mental.
Kadang kita cuma butuh diingatkan,
bahwa waras itu bisa diperjuangkan—dengan cara kita sendiri.
Penutup – Kamu Gak Sendiri, Dan Gak Perlu Melawan Sendiri
Hidup ini gak selalu ramah, dan kadang kepala kita jadi tempat paling bising yang gak bisa kita matikan.
Tapi kamu gak harus terus melawan semuanya sendirian.
Gangguan kesehatan mental bisa terjadi ke siapa saja.
Tapi pulih… juga bisa dimulai dari siapa saja—termasuk kamu.
Kamu gak harus kuat setiap hari.
Tapi tolong, jangan berhenti percaya bahwa kamu pantas merasa damai.