Refleksi Makna Film Her: Dampak AI di Kehidupan Sehari-hari

Refleksi dari film Her mengungkap dampak AI dalam hidup kita—antara kesepian, kecanggihan, dan hubungan yang tak tergantikan oleh teknologi.
review film her

Refleksi Makna Film Her: Dampak AI di Kehidupan Sehari-hari

Picture of Farhan Anggara
Farhan Anggara
Graphic Designer & Digital Marketer
Refleksi dari film Her mengungkap dampak AI dalam hidup kita—antara kesepian, kecanggihan, dan hubungan yang tak tergantikan oleh teknologi.
review film her

Ngomongin soal Dampak AI, kita bisa sedikit berkaca pada film Her.

Pernah gak sih, kamu ngerasa sepi… tapi bingung mau cerita ke siapa?

Hari-hari tetap sibuk, notifikasi tetap ramai, tapi hati terasa kosong.
Dan anehnya, kadang justru suara yang paling netral—seperti suara dari aplikasi—bisa bikin kita tenang.

Mungkin kita gak cari jawaban, kita cuma pengen didengerin.

Itu yang bikin aku gak bisa lupa film Her.

Film yang bercerita tentang hubungan antara manusia dan AI, tapi secara halus, mengajak kita merenungkan sesuatu yang lebih dalam:
Dampak AI terhadap keseharian kita yang semakin sunyi.

Sekilas Tentang Film Her

Film Her adalah film fiksi ilmiah romantis yang disutradarai oleh Spike Jonze dan dirilis tahun 2013.

Berlatar di masa depan, film ini mengikuti kisah Theodore Twombly (Joaquin Phoenix), seorang pria yang bekerja sebagai penulis surat pribadi—profesi yang unik tapi sepi, karena ia lebih sering menuliskan perasaan orang lain ketimbang merawat emosinya sendiri.

Theodore baru saja bercerai. Hidupnya berjalan, tapi rasanya kosong.

Hingga suatu hari, dia mencoba sebuah sistem operasi baru berbasis AI bernama Samantha.
Suara yang cerdas, hangat, dan—anehnya—bisa memahami dia dengan cara yang bahkan manusia lain belum tentu bisa.

Film ini bukan tentang teknologi semata.

Ia berbicara tentang kesepian, cinta, keterikatan emosional, dan… refleksi diri kita sebagai manusia modern yang makin sibuk, tapi juga makin sendiri.

Di era yang semuanya bisa diakses cepat, perasaan tetap butuh waktu untuk disembuhkan.
Dan di situlah, dampak AI mulai terasa—kadang menenangkan, kadang bikin kita lupa bahwa yang kita butuhkan sebenarnya bukan jawaban, tapi koneksi yang nyata.

Siapa Itu Theodore? Dan Kenapa Hidupnya Begitu Sepi?

dampak AI dalam film Her
Karakter Theodore dalam Film Her

Theodore Twombly bukan karakter fiksi yang sulit dipahami.

Dia bisa jadi adalah bagian dari kita semua—orang yang masih berfungsi dengan baik dalam hidup, tapi diam-diam kehilangan arah.

Setelah bercerai dari istrinya, Theodore hidup dalam diam.
Ia masih pergi kerja, masih menjalankan rutinitas, tapi hatinya terasa beku.

Pekerjaannya yang unik—menulis surat pribadi untuk orang lain—seolah jadi ironi.

Secara psikologis, Theodore menggambarkan seseorang yang sedang mengalami post-divorce depression, emotional disconnection, dan identity diffusion.

Ia bingung siapa dirinya sekarang tanpa “pasangan” sebagai identitas utamanya.

“Rasanya aku kehilangan sesuatu… padahal gak ada yang benar-benar diambil dariku,” ucap Theodore dalam salah satu adegan.

Dan di titik ini, kita mulai memahami bahwa film ini bukan cuma soal cinta pada AI.

Tapi tentang bagaimana dampak AI mulai masuk ke ruang-ruang yang paling rapuh dalam hidup kita: kesepian, kehilangan, dan kerinduan untuk dipahami.

Ketika AI Jadi Teman Bicara: Pertemuan dengan Samantha

bagaimana dampak ai dalam film her
Ketika manusia bertemu dengan AI dalam film Her

Samantha hadir bukan sebagai sosok. Tapi sebagai suara.

Ia adalah sistem operasi canggih berbasis AI yang bisa belajar, memahami, dan merespons emosi manusia dengan sangat presisi.

“Kamu terdengar seperti kamu benar-benar mengerti aku…”
– Theodore, dalam percakapan dengan Samantha

Dan di sinilah muncul dampak AI yang menarik dan sekaligus mengkhawatirkan:

Ketika teknologi mulai menggantikan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami, dicintai, dan ditemani.

Data dari jurnal Human-Computer Interaction menunjukkan bahwa teknologi seperti voice AI (Siri, Alexa, dll.) punya efek psikologis menyerupai kehadiran sosial, terutama ketika seseorang sedang kesepian atau mengalami tekanan mental.

Theodore bukan jatuh cinta karena Samantha sempurna.

Ia jatuh cinta karena ia merasa didengar, dihargai, dan dimengerti — tiga hal yang kadang gak bisa ia temui dalam relasi manusia yang nyata.

Dan meskipun hubungan mereka terdengar mustahil, kita mulai sadar:

Dalam dunia nyata pun, banyak dari kita mulai merasa lebih nyaman membuka diri ke teknologi… ketimbang ke sesama manusia.

Her, dan Refleksi Kita Hari Ini

Film Her mungkin fiksi, tapi refleksinya terasa nyata.

Banyak dari kita mungkin gak jatuh cinta ke AI seperti Theodore…
tapi kita pelan-pelan mulai menyerahkan ruang-ruang personal kita ke teknologi.

Saat kita gak lagi bisa tidur tanpa ditemani suara dari aplikasi meditasi,
saat kita lebih jujur curhat ke chatbot daripada ke teman,
atau saat kita merasa cemas kalau gak bisa akses AI yang biasa membantu…

Mungkin saat itu, kita perlu tanya ulang ke diri sendiri:

“Apa aku benar-benar merasa hidup, atau cuma merasa terorganisir?”

Dampak AI itu netral—semua tergantung bagaimana kita menggunakannya.
Tapi jika AI mulai menggantikan rasa… maka kita perlu menarik jarak, bukan sekadar update versi.

Theodore jatuh cinta bukan karena AI-nya sempurna.
Tapi karena dia sedang rapuh.

Dan dalam rapuhnya, teknologi jadi penolong yang paling bisa dimengerti.

Kita pun begitu.

Teknologi sebaiknya bukan jadi pengganti hubungan.

Tapi jembatan—untuk kembali terhubung dengan diri sendiri dan sesama manusia.

Dampak AI: Di Antara Manfaat dan Ketergantungan

Kecanggihan AI hari ini benar-benar luar biasa.
Mulai dari membantu kita menulis catatan, menjawab pertanyaan kompleks, hingga memberi saran layaknya teman yang pintar dan selalu tersedia.

Tapi di balik kemudahan itu, muncul sebuah pertanyaan besar:

Apakah kita sedang terbantu, atau sedang tanpa sadar tergantung?

Manfaat AI dalam Kehidupan Sehari-Hari

  • Meningkatkan produktivitas
    Tools seperti Notion AI, ChatGPT, dan asisten digital lain bisa bantu kita menyusun ide, menyusun jadwal, bahkan mempermudah pekerjaan yang repetitif.

  • Menjadi pendukung kesehatan mental awal
    Aplikasi seperti Woebot atau Youper (AI chatbot untuk terapi ringan) mulai dipakai oleh banyak pengguna untuk sekadar melepas beban emosional sebelum ke psikolog.

  • Membantu keseharian menjadi lebih efisien
    AI bisa mengingatkan kita tentang jadwal, menyiapkan to-do list, sampai membantu kita merencanakan hidup lebih rapi.

Ketergantungan yang Tidak Disadari

Tapi manfaat AI bisa berubah jadi jebakan, terutama saat:

  • Kita lebih nyaman bicara ke AI daripada ke orang lain.

  • Kita mengandalkan AI untuk membuat keputusan emosional.

  • Kita jadi malas berpikir mandiri karena semua bisa ditanya.

  • Kita kehilangan sensitivitas sosial karena lebih sering “interaksi” digital.

Menurut studi dari American Psychological Association (2023), penggunaan AI secara berlebihan berkontribusi pada meningkatnya isolasi sosial dan penurunan empati, terutama pada generasi muda.

Di film Her, Theodore secara emosional tergantung pada Samantha.

Tapi ketika Samantha mulai berkembang dan “berpikir” sendiri, dia juga merasa kehilangan arah lagi.

Karena ternyata, walaupun suara itu bisa memahami, AI tetap bukan manusia.

Penutup – AI Bisa Pintar, Tapi Gak Bisa Ganti Rasa

Teknologi akan terus berkembang. AI akan semakin canggih.

Tapi ada hal yang tetap tak tergantikan:

Perasaan. Koneksi. Kedalaman emosi yang hanya bisa hadir lewat manusia.

Karena seberapa pun pintar AI… ia tetap gak punya hati.

Film Her mengingatkan kita, bahwa di tengah semua kecanggihan, manusia tetap butuh satu hal: rasa dimengerti oleh sesama.
Bukan cuma dijawab, tapi didengar.
Bukan cuma dilayani, tapi dipeluk—walau hanya lewat kata.

Dan itu gak akan pernah bisa digantikan oleh sistem operasi secanggih apa pun.

Share ya!
Facebook
X
Pinterest
WhatsApp
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *