Salah satu bagian sulit dalam menjalani hidup adalah perjalanan memaafkan, menemukan cara menerima masa lalu.
Apa kamu pernah merasa sulit untuk memaafkan seseorang, atau bahkan dirimu sendiri?
Tak sedikit dari kita pernah mengalami masa sulit itu. Saat di mana luka masa lalu terasa begitu sulit untuk dilepaskan.
Rasanya seperti membawa beban yang terus membuat sakit di dada, meski hidup harus tetap berjalan.
Aku ingat pertama kali menyadari sulitnya hidup dengan perasaan yang masih belum bisa memaafkan.
Ketika aku coba untuk melupakan, mencoba mengabaikan, tapi nyatanya perasaan itu akan tetap ada dan akan terus teringat.
Lalu aku bertanya-tanya, apa bisa aku benar-benar memaafkan? Apa aku bisa melakukannya tanpa harus mengorbankan perasaanku sendiri?
Salah satu film yang mencerminkan perasaan ini adalah, Bolehkan Sekali Saja Kumenangis karya Reka Wijaya, memberikan refleksi mendalam tentang bagaimana berjuang dengan luka batin kita sendiri.
Kita memang tidak bisa kembali ke masa lalu dan mengubah apa yang sudah terjadi, tapi kita bisa belajar untuk menerima dan berdamai dengannya.
Memaafkan bukan tentang membenarkan kesalahan orang lain, tapi tentang membebaskan diri dari luka batin yang kita alami.
Kenapa Kita Sulit Memaafkan?
Ada beberapa alasan mengapa perjalanan memaafkan terasa begitu sulit:
- Rasa Sakit yang Masih Terasa Nyata. Meskipun waktu telah berlalu, luka emosional tetap terasa. Beberapa peristiwa meninggalkan bekas yang sulit hilang.
- Harapan Akan Masa Lalu yang Berbeda. Sering kali, kita terjebak dalam pemikiran “seandainya saja ini tidak terjadi.” Kita berharap hal-hal berjalan berbeda, dan ketika itu tidak terjadi, kita sulit menerima kenyataan.
- Takut Kehilangan Kendali. Kadang kita merasa bahwa dengan memegang erat kemarahan atau rasa sakit, kita masih memiliki kendali atas situasi. Melepaskan berarti kita harus menerima bahwa beberapa hal itu emang nggak bisa kita ubah.
Menurut penelitian dalam Journal of Behavioral Medicine, memaafkan diri sendiri dan orang lain dapat menurunkan tingkat stres, kecemasan, dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Itu berarti, memaafkan bukan hanya tentang orang lain, tetapi juga tentang kesehatan kita sendiri.
Perjalanan Memaafkan untuk Diri Sendiri
Saat kita tidak bisa memaafkan, kita sebenarnya membiarkan masa lalu tetap memiliki kuasa atas kita.
Secara tidak sadar kita membawa luka itu ke dalam setiap aspek kehidupan, membiarkannya mempengaruhi cara kita berpikir, bertindak, bahkan mencintai.
Memaafkan masa lalu itu bukan berarti kita melupakan atau membiarkan orang bebas dari tanggung jawab.
Memaafkan adalah tentang melepaskan beban yang selama ini kita bawa.
Aku pernah membaca sebuah kutipan yang sangat berpengaruh:
“To forgive is to set a prisoner free and discover that the prisoner was you.” – Lewis B. Smedes
Kita sering berpikir bahwa dengan tidak memaafkan, kita menghukum orang yang telah menyakiti kira.
Padahal kenyataannya, justru kita sendiri yang terjebak dalam penderitaan itu.
Langkah Perjalanan Memaafkan, Cara Menerima Masa Lalu
Walau terkadang sulit memaafkan, tapi kita perlu melakukannya supaya bisa melanjutkan hidup.
1. Mengakui Luka yang Ada
Perjalanan memaafkan yang pertama adalah mengakui kenyataan bahwa benar kita terluka.
Jangan menekan perasaan atau berpura-pura semuanya baik-baik saja.
Sesekali izinkan diri kita untuk merasakan emosi tersebut, karena dengan mengakui luka, kita bisa membuka ruang untuk penyembuhan.
2. Memahami Perspektif yang Lebih Luas
Sering orang yang menyakiti kita juga punya latar belakang dan luka mereka sendiri.
Ini bukan berarti kita membenarkan perbuatan yang mereka lakukan, tapi lebih memahami bahwa manusia tidak sempurna dan bisa melakukan kesalahan.
Kita tidak pernah tahu masa lalu apa yang membuat mereka melakukan hal menyakitkan itu.
3. Berhenti Mengharapkan Permintaan Maaf yang Tidak Pernah Datang
Faktanya kita memang tidak bisa mengontrol perilaku seseorang. Mau sejahat apapun mereka, kita tidak pernah bisa berharap permohonan maaf dari mereka.
Tidak semua orang menyadari kesalahannya dan bersedia meminta maaf.
Jadi untuk perjalanan memaafkan, kita tidak perlu menunggu mereka untuk mulai melepaskan beban dalam diri kita.
4. Memaafkan Diri Sendiri
Ini bagian sulit dalam perjalanan ini, memaafkan diri sendiri.
Kita sering terlalu keras pada diri sendiri, menyesali keputusan yang dibuat, ddan berharap bisa bertindak berbeda di masa lalu.
Tapi yang perlu kita pahami adalah, kesalahan di masa lalu itu tidak bisa mendefinisikan siapa kita di hari ini.
Yang penting itu bagaimana cara kita belajar dari pengalaman itu.
Hidup Setelah Memaafkan: Menjalani Hari dengan Lebih Ringan
Ketika kita pada akhirnya bisa memaafkan, ada perasaan yang sulit dijelaskan: ringan, lega, bebas. Seperti melepas beban yang selama ini kita pikul.
Memaafkan bukan berarti kita melupakan, tapi kita tidak lagi membiarkan luka itu mengendalikan hdiup.
Aku menyadari refleksi ini ketika menonton film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis.
Menangis itu bukan tanda kelemahan, tapi tanda bahwa kita mulai menerima dan melepaskan.
Dengan itu, kita bisa melangkah ke depan dan menjalani hidup dengan lebih tenang.
Memaafkan Adalah Perjalanan, Bukan Tujuan Akhir
Memaafkan itu butuh proses, tidak bisa instan. Ini adalah proses yang membutuhkan waktu dan pengorbanan.
Kalau kamu masih sulit untuk memaafkan tidak apa-apa, itu bukan salah kamu.
Cukup berikan waktu untuk diri kamu dan lakukan sedikit demi sedikit.
Ingatlah bahwa memaafkan masa lalu bukan untuk mereka, tapi untuk diri sendiri, untuk supaya bisa menajalani hidup dengan lebih damai.
“Forgiveness does not change the past, but it does enlarge the future.” – Paul Boese
Mulai hari ini, coba pikirkan satu hal kecil yang bisa kamu lepaskan. Karena di ujung perjalanan memaafkan, ada kebebasan yang menanti. 😊
Sebagai penutup, salah satu buku yang sedang aku baca yang berkaitan dengan memaafkan adalah buku yang berjudul Yang Belum Usai.
Buat kamu yang suka baca, kamu bisa membeli dan membaca buku ini.. Klik disini untuk membeli buku Yang Belum Usai.