Pernah nggak sih, kamu merasa capek, dan kamu itu pengen banget bisa melakukan penerimaan diri?
Kadang, kita itu merasa capek banget tapi, bukan karena fisik—tapi capeknya tuh ada di hati.
Rasanya itu udah kayak ada yang kosong, sesak, tapi kamu sendiri nggak tahu kenapa.
Nggak ada luka yang kelihatan, tapi rasanya seperti berdarah-darah di dalam.
Ya itulah yang namanya luka emosional.
Dan… jujur aja, luka kayak gitu itu sering kali kita pendam rapat-rapat.
Kita senyum di luar, tapi di dalem itu rasanya capek, hancur..
Kita berusaha kuat, padahal rapuh banget rasanya.
Aku tahu rasanya. Karena, aku juga pernah ada di sana..
Makanya itu, disini kita akan belajar soal Penerimaan Diri..
Table of Contents
Mengenali Luka yang Tak Terlihat..
Kadang tuh, kita nggak sadar kalau ternyata lagi terluka..
Luka itu bisa datang dari banyak hal. Kayak misal dari masa kecil yang penuh tuntutan, hubungan yang nggak sehat, patah hati yang belum sembuh-sembuh, sampai kegagalan yang terus kita simpan dalam-dalam.
Luka yang kayak gini tuh nggak berdarah, tapi bisa ngebuat kita kehilangan arah.
Kita mulai menyalahkan diri sendiri, mempertanyakan harga diri, dan pelan-pelan kita menjauh dari diri kita sendiri.
Dan parahnya, kita sampai lupa caranya mencintai diri sendiri..
Dan di titik itulah, kita perlu rehat sejenak. Menatap ke dalam, dan mungkin udah saatnya kita akui:
“Ya.. aku terluka.. dan itu nggak apa-apa…”
Penerimaan Diri: Titik Awal Penyembuhan
Penerimaan diri itu bukan tentang kita pasrah sama keadaan dan membiarkannya terus menyakitkan.
Tapi ini tentang bentuk keberanian.. Keberanian untuk berkata,
“Aku nggak sempurna, dan itu tetap membuatku layak untuk dicintai..”
Kita semua tahu, manusia itu nggak ada yang sempurna. Dan itu nggak apa-apa..
Ketika kita mulai menerima bahwa diri ini penuh celah, kita akan mulai lembut pada diri sendiri.
Kita nggak lagi memaksa jadi versi “ideal” menurut orang lain.
Kita akan berhenti menyiksa diri dengan standar-standar yang mustahil.
Dari situ, penyembuhan pelan-pelan dimulai.
Kita akan bisa mulai bernapas lega. Nggak lagi hidup dalam penyangkalan.
Proses Penyembuhan Emosional Itu Nggak Instan
Kalau ada yang bilang kalau penyembuhan itu instan, mereka belum pernah benar-benar mencoba menyembuhkan luka batin.
Nggak semudah itu. Nggak sesingkat itu..
Kadang, kita ngerasa udah sembuh, tapi ternyata masih ada sisa luka yang belum selesai.
Katang kita udah berusaha move on, tapi satu lagu, satu tempat, satu nama bisa bikin kita kembali ke masa kelam..
Tapi itu bukan berarti kita gagal. Itu bagian dari proses.
Penyembuhan bukan garis yang lurus. Ada hari di mana kamu bisa kuat, ada hari kamu bisa lemah.
Dan semua itu valid.. Tak terbantahkan..
Cari tau, bagaimana kamu bisa melalui proses penerimaan diri.
Karena setiap orang punya caranya sendiri-sendiri.
Ada yang melakukan journaling, meditasi, ngobrol sama orang yang bisa dipercaya, bahkan terapi ke profesional.
Yang paling penting, kamu bersedia hadir untuk diri sendiri.
Hidup dengan Luka yang Sudah Tidak Mengendalikan Kita
Luka itu, mungkin kita nggak akan pernah bisa benar-benar menghilangkannya.
Tapi kita bisa belajar hidup berdampingan dengan luka itu tanpa membiarkannya terus menyakiti.
Luka yang dulu sembat bikin kamu nangis setiap malam, suatu saat hanya akan jadi cerita.
Cerita tentang bagaimana kamu bertahan, belajar, tumbuh, dan berkembang.
Kamu nggak lagi harus mengingat masa lalu.
Kamu sudah lebih kuat sekarang.
Dan itu hebat banget..
Pelan-Pelan, Kita Bisa Pulih
Nggak ada waktu pasti untuk penyembuhan. Penerimaan diri itu butuh proses..
Tapi yang jelas, setiap langkah kecil yang kamu ambil hari ini..
Untuk menerima, untuk mengerti, untuk mencintai diri sendiri—itu artinya kamu sedang berjalan maju.
Kalau kamu masih merasa terluka, tenang..
Kamu nggak sendirian..
Pelan-pelan aja, kita nggak harus bisa langsung sembuh.
Tapi kita bisa belajar berjalan sambil membawa luka itu..
Dengan cara yang lebih lembut, lebih manusiawi..
Karena pada akhirnya, cinta terbesar yang bisa menyelamatkan diri kita itu adalah…
Cinta dari diri sendiri.. 🙂 🌻
Sumber inspirasi:
Joseph, S., & Linley, P. A. (2006). Growth following adversity: Theoretical perspectives and implications for clinical practice. Clinical Psychology Review, 26(8), 1041–1053.
➤ Menggambarkan bagaimana orang bisa mengalami pertumbuhan positif setelah trauma atau masa sulit.
2 Responses
perfect
terima kasih sudah berkomentar 🙂